PERAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM OTONOMI DAERAH
DISUSUN
OLEH KELOMPOK I
1.
HAPOSAN
BANCIN NPM. 1212000191
2.
IMAM
ISNANDAR NPM. 1212000192
3.
SONY IRAWAN NPM.
MATA
KULIAH : ADMINISTRASI
PENDAPATAN DAERAH
DOSEN
: DRS. H
SUKADARTO, SH, MH, MM
RUANG/HARI/JAM : L/SENIN/19.00 WIB
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR
BELAKANG
Indonesia sebagai negara merdeka
dan berdaulat dalam menjalankan pemerintahannya sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 (UUD 1945) Alinea IV, yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut dalam melaksanakan tugas pemerintahannya
diperlukan dukungan yang salah satunya adalah sumber penerimaan yang memadai dan
dapat diandalkan. Sumber-sumber penerimaan ini sangat penting untuk menjalankan
kegiatan dari masing-masing tingkat pemerintahan, karena tanpa adanya
penerimaan yang cukup maka programprogram pemerintah tidak akan berjalan dengan
maksimal. Selain itu dalam rangka efektivitas pelaksanaan pembangunan di segala
bidang demi tercapainya keselarasan dan keseimbangan seluruh kegiatan pembangunan,
maka diperlukan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya digunakan bagi seluruh
rakyat. Oleh karena itu tidak semua urusan pemerintahan dilaksanakan oleh
pemerintah pusat, akan tetapi daerah diberikan kewenangan untuk mengurus rumah
tangganya sendiri, Maka berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 dibentuk Pemerintahan
Daerah.
Pada masa reformasi, pemerintah
Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Seiring
dengan perubahan dinamis dalam kehidupan ketatanegaraan
di Indonesia, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (UUPemda) dan Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Berlakunya
Undang-Undang ini telah mengubah sistem sentralisasi pemerintahan yang terjadi sebelumnya kearah desentralisasi dalam pemberian otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggung jawab kepada daerah (Widaya, HAW. 2002: 14)
1
Sistem pemerintahan yang bersifat
desentralisasi, selain memudahkan koordinasi kekuasaan dan pemerintahan juga
mengakomodasi kondisi bangsa Indonesia. Wilayah kepulauan yang luas dan
keanekaragaman budaya bangsa Indonesia, sehingga dibutuhkan pelaksanaan
pemerintah yang sesuai dengan ciri dan kebiasaan dari masing-masing daerah.
Pemberian otonomi yang luas diyakini mampu mencegah terjadinya disintegrasi
bangsa. Bahkan, secara ideal otonomi daerah dapat menciptakan pembangunan
daerah yang berkeadilan. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah
untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang
pemerintahan kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya.
Disamping itu keleluasaan otonomi ditafsirkan pula mencakup kewenangan yang
utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
Implikasi langsung dari
penyerahan kewenangan tersebut diperlukan biaya yang wajib ditanggung oleh Pemerintah
Daerah, antara lain biaya pembangunan, pengelolaan, dan perawatan saran dan
prasaran yang merupakan keharusan Pemerintah Daerah untuk melakukan pelayanan
kepada masyarakat. Kebutuhan pengeluaran
menjadi tanggung jawab daerah tersebut dibiayai sumber-sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan lain-lain penerimaan yang
sah (pasal 2 (5) UU No. 33 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah).
1.2RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang seperti yang penulis kemukakan di atas, muncul
permasalahan pokok yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu “apa saja peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam era
otonomi daerah sekarang ini?”.
2
BAB II
KERANGKA TEORI
Sangat penting rasanya untuk memberikan
batasan pengertian terhadap batasan masalah yang dibahas sekaligus menjadi
landasan berfikir dalam makalah ini. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Irawan (2003:38) bahwa:
“Kerangka teoritik atau kerangka berpikir adalah
penjelasan rasional dan logis yang didukung dengan data teoritis dan atau
empiris yang diberikan oleh peneliti terhadap variabel-variabel penelitiannya
beserta keterkaitannya antara variabel-variabel tersebut”.
2. 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
Menurut UU No. 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, PAD adalah adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan
Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, yang merupakan bagian dari
sumber pendapatan daerah adalah Bagian Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari
pajak daerah,retribusi daerah, bagian laba perusahaan daerah, penerimaan
dinas-dinas daerah dan penerimaan lain-lain usaha daerah yang sah.
Sedangkan menurut UU No. 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang
dimaksud dengan pendapatan daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun yang bersangkutan.
3
Pada pasal 157 UU No. 32/2004 disebutkan bahwa
sumber pendapatan daerah adalah:
a. Pendapatan Asli Daerah yang disebut PAD, yaitu:
1. Hasil pajak daerah
2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil pengeloaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
4. Lain-lain PAD yang sah
b. Dana perimbangan, dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
2. 2 OTONOMI
DAERAH
Otonomi daerah atau desentralisasi bisa diartikan dalam
berbagai bentuk tergantung pada kepentingan-kepentingan dan
perspektif-perspektif dari masing-masing ahli pengamat (Conyers, 1984. Hal.187
dalam Mas’ud, Said, 2005. Hal. 5).
Rondinelli dan Cheema. 1983 (dalam Mas’ud, Said.
2005) mendefinisikan otonomi daerah sebagai:
Otonomi daerah adalah proses
pelimpahan wewenang perencanaan, pengambilan keputusan atau pemerintahan dari
pemerintah pusat kepada organisasi-organisasi kepada unit-unti pelaksana
daerah, kepada organisasi semi otonom dan parastatal, ataupun kepada pemerintah
daerah atau organisasi non pemerintah.
Mas’ud. 2005 mendefinisikan desentralisasi sebagai sebuah proses devolusi dalam sektor
publik dimana terjadi pengalihan wewenang dari pemerintah pusat kepada
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Gustav dan Stewart (1994 dalam Mas’ud)
mengidentifikasi tiga makna berbeda (model pelaksanaan) dari otonomi daerah:
1. Dekonsentrasi, dimana pemerintah pusat
menempatkan para pegawainya di level pemerintah daerah.
4
2. Pendelegasian, dimana pemerintah pusat secara
bersyarat mendelegasikan kekuasaannya kepada pemerintah daerah namun dengan
tetap memiliki kesanggupan untuk mengambil kekuasaan itu kembali dan secara
keseluruhan tetap memiliki dominasi terhadap pemerintah daerah.
3. Devolusi, dimana pemerintah pusat secara actual
menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah daerah.
Sedangkan
Oentarto dkk, 2004. Hal: 8 menyatakan bahwa otonomi daerah tidak lain merupakan
refleksi power sharing, yaitu
pembagian atau distribusi kewenangan yang dilakukan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dengan kebijakan desentralisasi.
Dalam model
pelaksanaan desentralisasi Oentarto membaginya kedalam empat bentuk, yaitu:
1. Devolusi, diwujudkan dengan pembentukan daerah
otonom serta dibentuknya lembaga daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
2. Dekonsentrasi, diwujudkan dengan pembentukan
instansi vertikal dan wilayah kerjanya disebut wilayah administrasi yang dapat
mencakup satu atau lebih wilayah otonom.
3. Delegasi, dengan bentuk pemerintah pusat dapat
mendelegasikan pelaksanaan suatu tugas tertentu kepada suatu lembaga atau unit
pemerintah yang khusus dibentuk untuk keperluan dimaksud.
4. Privatisasi, penyerahan pelayanan kepada swasta
murni dengan pemberian izin dan pengendalian dalam batas tertentu.
Sementara itu
Undang-Undang Nomor 32 Tentang Pemerintahan Daerah mendefinisikan
desentralisasi sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5
BAB III
PEMBAHASAN
3.1PERANAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
Otonomi daerah yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah sesungguhnya memiliki tujuan yang sangat
mulia. Sedikitnya ada 4 tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan otonomi
daerah, yaitu:
1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan
2. Pemberdayaan dan meningkatkan peran serta masyarakat
3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4. Meningkatkan daya saing daerah
Tujuan-tujuan diatas dapat diwujudkan jika daerah memiliki
sumber-sumber keuangan yang memadai. Mustahil kiranya bila kesejahteraan
masyarakat daerah dapat ditingkatkan bila tidak didukung dengan pendanaan yang
memadai.
Sebagaimana halnya dengan sebuah rumah tangga, daerah juga
mengenal sumber-sumber penerimaan dan pengeluaran. Sumber-sumber pengeluaran
ini terutama digunakan daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana bagi
warganya. Sedangkan sumber penerimaan yang paling vital bagi daerah-apalagi
terkait dengan otonomi daerah- berasal dari PAD, yaitu dari pajak, retribusi,
dan hasil kekayaan daerah yang dipisahkan.
3.2STRATEGI MENINGKATKAN PAD
Salah satu anomali yang terjadi pada masa otonomi daerah ini
adalah terlalu tergantungnya daerah-daerah kepada bantuan dana dari pemerintah
pusat terkait dengan pemenuhan pos-pos pengeluaran mereka. Ketergantungan ini
disebabkan kesulitan daerah dalam mengoptimalisasikan PAD mereka. Dengan kata
lain porsi PAD yang umumnya berasal dari pajak dan retribusi dalam struktur
APBD rata-rata daerah otonom di Indonesia, masih sangat minim. Umumnya APBD
pemerintah daerah di Indonesia porsinya sangat didominasi oleh bantuan
pemerintah pusat yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus
(DAK), maupun dana perimbangan.
6
Fenomena semakin tidak berimbangnya APBD daerah otonom di
Indonesia tentu berlawanan dari semangat desentralisasi/otonomi itu sendiri
yang menghendaki daerah memiliki “kemandirian” dalam bidang politik dan fiskal,
sehingga tidak lagi terlalu tergantung kepada “komando” pemerintah pusat.
Minimnya porsi PAD dalam APBD rata-rata daerah otonom di Indonesia
bukannya tidak diantisipasi oleh sebagian besar daerah tersebut. Bahkan
terkadang demi meningkatkan PADnya sejumlah daerah terkadang melakukan berbagai
cara diantaranya dengan mengeluarkan berbagai perda untuk menggenjot penerimaan
pajak dan retribusi. Namun harus diakui, terkadang pemerintah daerah “terlalu
bersemangat” untuk menggenjot PAD-nya sehingga terkadang mengeluarkan berbagai
kebijakan yang terkadang “tidak masuk akal”, kontra produktif, bahkan
bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Tercatat pada tahun 2011,
Kemendagri membatalkan tidak kurang dari 351 Perda yang bermasalah, yang
umumnya berkaitan dengan pajak, retribusi dan sumbangan pihak ketiga.
Mengatasi masalah minimnya kemampuan daerah untuk meningkatkan PAD
ini, sesungguhnya ada beberapa kebijakan yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Kebijakan dari pemerintah pusat
Dari beberapa gambaran kondisi elemen
pembentuk PAD di Indonesia seperti yang diuraikan di atas, sekiranya harapan di
era otonomi untuk mencapai kemandirin daerah ternyata masih merupakan mimpi
indah yang masih harus dibangun kembali oleh bangsa Indonesia. Banyak realitas
di lapangan yang menunjukkan bahwa daerah seperti kebingungan di dalam
menyikapi tuntutan otonomi. Filosofi dasar otonomi untuk mendekatkan pelayanan
kepada tingkat pemerintahan paling bawah justru disikapi sebaliknya. Untuk
beberapa daerah yang terbilang siap secara sumber daya alam maupun sumber daya
manusia, otonomi benar-benar menjadi arena pembuktian bahwasanya mereka sanggup
untuk mengelola daerahnya sendiri dengan mengurangi campur tangan pusat.
Ironisnya hampir di sebagian besar daerah di Indonesia belum memiliki prasyarat
kesiapan tersebut, sehingga akhirnya mereka justru tenggelam di dalam euforia
otonomi itu sendiri.
7
Banyak kebijakan yang bersifat merugikan
dan sangat prematur hanya demi mengejar otonomi versi mereka. Karenanya peran
pusat dirasa masih sangat diperlukan dewasa ini. Hanya saja ada beberapa
elaborasi dan penyesuaian di beberapa aspek sehingga peran pemerintah itu
nantinya juga tetap berada dikoridor hukum, selaras dengan napas otonomi
daerah. Peran tersebut antara lain berupa penciptaan kondisi yang kondusif bagi
perkembangan pajak dan retribusi dengan tetap memperhatikan landasan hukum yang
sudah disepakati bersama. Kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah pusat
dapat dibagi menjadi kebijakan dari sisi penciptaan pajak baik ekstensifikasi
maupun intensifikasi pajak dan retribusi serta kebijakan dari sisi
penggunaannya.
2. Kebijakan
dari sisi penciptaan
Penyerahan beberapa pajak dan retribusi yang masih dipegang oleh Pusat
kepada Daerah dengan tetap mempertimbangkan faktor efisiensi ekonomi, mobilitas
obyek pajak serta fungsi stabilitasi dan distribusi pajak itu sendiri. Pajak
dan retribusi tersebut antara lain Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak
Penghasilan (PPh).
3. Memberdayakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
a. Pemberdayaan BUMD dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
-
Reformasi
misi BUMD
Badan
Usaha Milik Daerah dapat menggunakan aset daerah untuk meningkatan kemakmuran
masyarakat.
-
BUMD harus
mampu menyediakan pelayanan yang memihak kepada masyarakat.
-
BUMD harus
mampu memberikan kontribusi kepada peningkatan PAD
b. Restrukturisasi BUMD
Langkah-langkah untuk
meningkatkan kinerja dan kesehatan BUMD, yaitu tindakan yang ditujukan untuk
membuat setiap BUMD menghasilkan laba termasuk mengubah mekanisme pengendalian
oleh Pemerintah Daerah yang semula kontrol secara langsung melalui berbagai
bentuk perizinan, aturan, dan petunjuk menjadi kontrol yang berorientasi kepada
hasil.
8
Artinya Pemerintah Daerah selaku
pemegang saham hanya menentukan target kuantitatif dan kualitatif yang menjadi
performance indicator yang harus dicapai oleh manajemen, misalnya Return On
Equity (ROE) tertentu yang didasarkan kepada benchmarking kinerja yang sesuai
dengan perusahaan sejenis;Pengkajian secara komprehensif terhadap keberadaan
BUMD, karena selama ini BUMD dianggap kurang tepat bila disebut sebagai lembaga
korporasi, khususnya, dikaitkan dengan upaya pemberdayaan BUMD agar dapat
menjadi salah satu sumber keuangan daerah.
4. Kebijakan
dari sisi penggunaan
Kebijakan dari sisi penggunaan
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau juga kebocoran dalam
pos-pos pengeluaran PAD. Langkah yang dapat dilakukan antara lain dengan
melibatkan masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyrakat (LSM) untuk mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas penggunaan uang masyarakat tersebut.
Cara lain yang dapat dilakukan dari sisi
penggunaan dapat juga dilakukan dengan arahan yang jelas tentang alokasi
anggaran terhadap sumber-sumber penerimaan baik PAD maupun transfer pusat.
Adapun peran pusat hanya sekedar memberikan arahan tentang hal yang seyogyanya
dilakukan oleh Daerah. Semua keputusan tentang mekanisme pelaksanaan alokasi
anggaran sepenuhnya menjadi kewenangan daerah sesuai dengan nafas otonomi itu
sendiri. Adapun aturan alokasi tersebut misalnya: PAD sampai prosentase
tertentu digunakan untuk pembayaran gaji pokok aparat Daerah dengan memberikan
standar yang sama di seluruh Indonesia. Untuk beberapa Daerah yang memiliki PAD
tinggi dan kelebihan setelah digunakan untuk pembayaran gaji pokok dapat
dimanfaatkan sebagai kekayaan Daerah. Sementara DAU yang diterima sampai
prosentase tertentu digunakan untuk dana operasional (tunjangan) aparat Daerah,
pelayanan publik yang bersifat intangible serta proyek pembangunan jangka
pendek. Sementara DAK diarahkan untuk mensukseskan program nasional yang bersifat
prioritas serta pencapaian Standar Pelayanan Minimal di masing-masing Daerah.
9
BAB
IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendapatan
Asli Daerah memiliki peranan yang sangat vital terutama dalam era
desentralisasi atau otonomi daerah sekarang ini. Misi luhur otonomi yang
bermuara kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah perlu sekali
didukung dengan sumber pendapatan yang memadai.
Umumnya pada
daerah otonom di Indonesia, porsi APBD justru tidak didominasi oleh PAD,
melainkan oleh sumber lain yang berasal dari pemerintah pusat. Seharusnya APBD
yang ideal hendaknya didominasi oleh PAD yang umumnya berasal dari pajak dan
retribusi. Dengan porsi APBD yang tidak ideal tersebut menyebabkan pemerintah
daerah menjadi kurang leluasa untuk meningkatkan kemakmuran masyarakatnya.
Untuk
mengatasi kelemahan yang umum dirasakan pemerintah daerah tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai kebijakan, yang secara garis besar dibagi dalam tiga
kelompok; dari sisi regulasi, dari sisi cara meningkatkannya, dan dari cara
pengawasan penggunaannya. Dengan melakukan berbagai kebijakan tersebut, maka
misi utama dari pemberian otonomi yaitu meningkatkan kemadirian daerah dalam
berbagai bidang, yang akhirnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat daerah,
bukan mustahil dapat diwujudkan.
10
DAFTAR
PUSTAKA
-
Widaya, HAW,
2002, Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi,
Jakarta: Raja Grafindo Persada,
-
Said, Mas’ud, 2005, Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia,
Malang: Universitas Muhammadiyah.
-
Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah
-
Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
-
http://masalahpajak.blogspot.com/2007/11/jenis-pajak-dan-manfaatnya.html. Diakses
tanggal 16 September 2012.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI…………………………………………………………....................................................
|
|
i
|
|||
KATA PENGANTAR…………………………………………………...............................................
|
|
ii
|
|||
BAB
|
I PENDAHULUAN
|
|
|
||
|
1.1.
Latar
belakang……………………………………………...................................
|
|
1
|
||
|
1.2.Rumusan Masalah……………………………………………..................................
|
|
2
|
||
|
|
|
|
||
BAB
|
II KERANGKA TEORI
|
|
|
||
|
2.1.Pendapatan Asli Daerah…………..……………………………………..................
2.2. Otonomi Daerah..........................………………………………………..................
|
|
3
4
|
||
|
|
|
|
||
BAB
|
III PEMBAHASAN
|
|
|
||
|
3.1.Perananan Pendapatan Asli Daerah.....………………………………….........
|
|
6
|
||
|
3.2.Strategi Meningkatkan
PAD...............…………………………………...............
|
|
6
|
||
|
|
|
|
||
BAB
|
IV PENUTUP
KESIMPULAN......................................................................................................
|
|
10
|
||
|
|
|
|
||
|
|
||||
|
|
||||
|
|||||
|
|||||
|
|||||
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa,
kami dari kelompok 1 (satu) telah menyelesaikan paper kami
yang pertama (1) pada mata kuliah Administrasi Pendapatan Daerah. Adapun judul yang kami angkat adalah PERAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM
OTONOMI DAERAH
Sebagian besar dari permasalahan yang dibahas dalam paper
ini berasal dari mata kuliah yang diberikan di STIA-LAN jakarta, oleh sebab
itu pada kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih kepada Bapak DRS. H SUKADARTO, SH, MH, MM yang selalu mendorong dan membimbing kami sampai paper ini selesai.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan paper
ini baik dari isi maupun dari penulisan kami, tapi kami sangat mengharap kepada Bapak agar tetap
memberikan masukan-masukan dan bimbingan kepada kami sehingga nantinya kami
semakin memahami akan kekurangan kami.
Terimakasih
ii
Tidak ada komentar:
Posting Komentar