Senin, 26 November 2012

sosiologi interaksi sosial


BAB I
PENDAHULUAN

 Konflik   lahan yang terjadi antara  petani KTTJM dengan PT SRL dan PT SLL ini berada di Kabupaten Padang Lawas.Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri sudah bertahan di depan Gedung DPRD Sumut selama satu bulan dengan  melakukan aksi nginap  mogok makan dengan menjahit mulutnya .Aksi demonstrasi mereka lakukan sekaitan dengan tuntutan minta agar pihak PT SRL dan PT SLL mengembalikan tanah rakyat yang telah diserobot oleh  2 perusahaan tersebut dan dengan tuntutan minta agar teman mereka bernama Sinur Situmorang segera dibebaskan.
   Petani sangat berharap adanya rasa keadilan yang selama aksi tidak mendapat kepedulian dari pihak pemerintah.Mereka meminta agar persoalan yang mereka hadapi segera dapat dituntaskan.Maka Komisi A DPRDSU melakukan rapat kerja atau dengar pendapat ,dimana dalam  rapat tersebut dihadiri  oleh manajemen PT SSL dan PT SRL, Polda Sumut, Kapolres Tapsel, perwakilan Pemkab Palas dan Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri di Gedung DPRD Sumut, dipimpin Ketua Komisi A DPRDSU.Dalam rapat tersebut Ketua Komisi A DPRD Sumatra Utara meminta agar lahan warga yang saat ini dikelola oleh perusahaan perkebunan Sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Silva Lestari segera dikembalikan kepada masyarakat pemilik asli lahan.

1
Dalam rapat kerja/dengar pendapat telah terjadi kesepakatan dari kedua belah pihak yang berseteru.Salah satu kesimpulan dari rapat tersebut adalah pihak  2 perusahaan bersedia mengembalikan lahan pertanian sebanyak 215 pemilik surat akta jual beli tanah yang dikeluarkan oknum pejabat setempat.
Setelah terjadi kesepakatan diantara kedua belah pihak maka Ketua DPRDSU surati Kapoldasu agar Petani KTTJM segera meninggalkan gedung dewan dan memberikan jaminan keamanan terhadap masyarakat petani dalam menguasai lahannya sendiri.Pada  awalnya kelompok tani tidak bersedia meninggalkan gedung dewan karena salah satu rekan mereka masih ditahan.Pihak petani mengharapkan agar rekan mereka ditangguhkan penahanannya yang saat ini kasusnya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan .Namun Ketua,Sekretaris dan anggota Komisi A Sumut menyarankan agar para petani meninggalkan gedung Dewan segera karena ini sudah menjadi kesepakatan mereka.Akhirnya pada tanggal 06 Juli 2012  para petani bersedia meninggalkan gedung dewan.
         







2
BAB II
ANALISA
Susahnya mendapatkan pekerjaan serta banyaknya Masyarakat yang masih belum mendapatkan pekerjaan ( Pengangguran ) menimbulkan masalah yang sampai sekarang tidak kunjung selesai.
Para petani KTTJM ( Kelompok Tani Torang jaya Mandiri ) yang sepenuhnya tergantung hidupnya pada lahan pertanian  akan sangat menderita dan mengalami kesulitan apabila lahan yang saat ini dikelola oleh perusahaan perkebunan Sumatra Riang Lestari dan PT Sumatra Silva Lestari  tidak dikembalikan kepada masyarakat pemilik asli lahan.
Penyampaian aspirasi masyarakat seperti yang terjadi pada artikel diatas merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang bersifat Asosiatif dan Disosiatif.
Proses Interaksi Sosial Asosiatif dalam artikel diatas adalah:
AKOMODASI
Dalam Interaksi Sosial menggambarkan hasil dari setiap hubungan manusia dari segala aspek. Pada masalah ini telah terjadi Proses Interaksi Sosial yang berbentuk Akomodasi.Dikatakan Akomodasi karena disini menunjuk pada suatu keadaan  untuk mengurangi konflik antar kedua belah pihak yang berkonflik yang menyadari akan adanya situasi konflik diantara mereka,oleh karenanya mereka harus menyadari pula perlunya melaksanakan prinsip-prinsip keadilan secara jujur bagi semua pihak.

3
 Dan ini menunjuk pada suatu proses,atau dengan kata lain karena disini menunjuk ada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu Pertentangan yaitu usaha untuk mencapai kestabilan dan  dalam hal ini  telah terjadi kesepakatan antara Komisi A DPRDSU,Petani KTTJM,Kanwil BPN Sumut,Poldasu,Polres Tapsel,Pemkab Palas dan PT SRL maupun PT SSL .
Kesepakatan tersebut telah membuahkan hasil dimana para petani KTTJM  memperoleh kembali lahan mereka karena tuntutan mereka.Maka dalam masalah tersebut  telah terjadi usaha untuk mengurangi pertentangan antara Pihak PT SRL dan PT SSL dengan para petani. Komisi A DPRDSU,Petani KTTJM,Kanwil BPN Sumut,Poldasu,Polres Tapsel,Pemkab Palas dan PT SRL maupun PT SSL  dalam hal ini telah mencegah meledaknya suatu pertentangan dan akhirnya memungkinkan terjadinya keselarasan dan kerjasama yang baik dalam hal mengatasi tuntutan petani.Tuntutan pengembalian lahan pertanian telah tercapai maka tujuan dari akomodasi tersebut telah terwujud.
Dari Artikel diatas dapat dianalisa bahwa telah terjadi proses interaksi sosial Asosiatif yang berbentuk Akomodasi dengan berbagai bentuk, antara lain:
Coercion
Pada Kasus tersebut Petani KTTJM  melakukan demo akibat pengambilan lahan pertanian oleh PT SSL dan PT SRL.Dalam hal ini dapat dikategorikan suatu akomodasi yang berbentuk Coercion karena selama ini Pihak PT SSLdan PT SRL telah memaksakan kehendak mereka dengan  menguasi lahan
4
pertanian milik rakyat,padahal petani KTTJM memiliki surat akta jual beli tanah yang dikeluarkan oleh pejabat setempat.Pihak perusahaan  adalah merupakan Pihak yang Kuat  dan petani adalah pihak yang lemah.
Arbitration
Pada kasus tersebut Petani KTTJM dan PT SSL maupun PT.SRL telah terjadi permasalahan yang tidak bisa dituntaskan oleh mereka.Dimana akibat permasalahan tersebut para petani melakukan demonstrasi kepada Wakil rakyat  di DPRDSU dan para petani sudah melakukan mogok makan serta menjahit mulut mereka.
Oleh karena itu maka untuk menyelesaikan permasalahan tersebut maka muncullah pihak ketiga  yaitu pihak Komisi A DPRDSU,Kanwil BPN Sumut,Poldasu,Polres Tapsel,Pemkab Palas .Dalam hal ini pihak ketiga telah mencegah meledaknya suatu pertentangan dan akhirnya  pihak petani KTTJM dan PT SRL maupun PT SSL melakukan perdamaian dengan cara pengembalian lahan kepada para petani.
 Toleration
 Saat ini  puluhan Petani telah bersedia meninggalkan gedung DPRDSU karena sudah terjadi kesepakatan walaupun salah satu dari tuntutan mereka belum terkabul yakni penangguhan penahanan rekan mereka Situr Situmorang. ”.Dalam hal ini terjadi proses akomodasi yang berbentuk Toleration dimana Pihak pemerintah berupaya menghindarkan diri dari persoalan-persoalan yang mungkin akan timbul lagi dengan pihak petani.

5
Conciliation dan Mediation
Para petani KTTJM ikut serta dalam rapat menuntaskan permasalahan lahan tersebut dan dengan kesimpulan rapat komisi A bahwa pihak  perusahaan maupun pihak petani dihimbau utuk menjalankan aktifitasnya kembali .
Dalam hal tersebut dapat dikatakan terjadi proses Akomodasi yang berbentuk Conciliation dimana Ketua DPRDSU mengadakan rapat komisi A guna mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang bertikai untuk tercapainya kesepakatan bersama.Setelah keinginan dari kedua belah pihak diutarakan maka pihak ketiga akan membahas  dan akan membuat keputusan ,dimana keputusan tersebut akan dilaksanakan  atau dituruti oleh kedua belah pihak yang bertikai untuk tercapainya kesepakatan bersama.
Dalam hal ini juga dapat dikatakan terjadi Akomodasi yang  berbentuk Mediation dimana DPRDSU  merupakan pihak yang netral yang berupaya menyelesaikan masalah tersebut dengan membahas masalah tersebut melalui rapat komisi A Sidang DPRDSU sehingga para petani yang telah lama tinggal digedung DPRDSU akhirnya bersedia meninggalkan Gedung DPRDSU dan pihak  Kapoldasu  juga memberikan jaminan keamanan tehadap masyarakat petani dalam mengurusi lahannya sehingga masalah tersebut bisa diselesaikan.



6
Proses Interaksi Sosial Disosiatif dalam artikel diatas adalah:
Penyampaian aspirasi masyarakat seperti yang terjadi pada artikel diatas juga merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang bersifat Disosiatif yakni interaksi yang persis halnya mengarah pada suatu terciptanya kerja sama. Bentuk kerjasama dalam interaksi sosial yang terjadi dalam artikel tersebut adalah :
Kontraversi
 Dalam Interaksi Sosial menggambarkan hasil dari setiap hubungan manusia dari segala aspek. Pada masalah ini telah terjadi Proses Interaksi Sosial yang berbentuk kontraversi.Dikatakan kontraversi karena disini menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses,atau dengan kata lain karena disini menunjuk ada usaha-usaha PT SRL dan PT SSL untuk menguasai lahan pertanian sehingga membuat para petani KTTJM melakukan demonstrasi ke gedung DPRDSU dengan aksi Inap dan mogok makan dengan menjahit mulut mereka.








7
BAB III
KESIMPULAN
            Proses sosial adalah setiap interaksi sosial yang berlangsung dalam suatu jangka waktu yang sedemikian rupa hingga menunjukkan pola-pola pengulangan hubungan perilaku dalam kehidupan masyarakat. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.
            Didalam hubungan masyarakat baik individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok atau kelompok dengan lembaga pasti akan menghasilkan suatu interaksi sosial. Dalam artikel yang kami bahas ini telah terjadi suatu interaksi sosial Asosiatif dan Disosiatif dengan berbagai jenis dan berbagai bentuknya.
            Proses interaksi yang terjadi disini melibatkan individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, kelompok dengan lembaga dan juga lembaga dan kelompok dengan pemerintah. Namun dengan adanya proses interaksi sosial yang baik diantara pihak yang terlibat maka  masalah tersebut yang pada akhirnya menghasilkan suatu kesepakatan bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya.
            Walaupun kesepakatan telah terjadi namun mungkin yang tampak hanya permukaannya saja karena tidak menutup kemungkinan juga masih ada kepentingan dari beberapa individu yang masih belum puas dengan kesepakatan yang telah dibuat. Namun apabila masalah itu muncul proses interaksi sosial  adalah pilihan yang sangat baik untuk menyelesaikannya.
8

DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soejono, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada 1990
Surat Kabar Harian Sinar Indonesia Baru, Jumat 06 Juli 2012
    ( Ketua DPRDSU Surati Kapoldasu,Petani “Pemogok   Makan” Tinggalkan Gedung Dewan )


















ANALISIS ARTIKEL DARI SUDUT
 INTERAKSI SOSIAL


Jurusan            : Administrasi Publik
Program Studi : Manajemen Pembangunan Daerah
Mata Kuliah            : Pengantar Sosiologi
Nama Dosen     : Dra.Hamidah Rosidanti Susilatun,MEM
Ruang Waktu   :  J25/ Selasa / 19.00
Penugasan          : I ( Pertama )

                                    
   

   

Oleh
HAPOSAN BANCIN
NPM : 1212000191

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
2012








PERAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM OTONOMI DAERAH

DISUSUN OLEH KELOMPOK I

1.     HAPOSAN BANCIN                                                     NPM. 1212000191
2.     IMAM ISNANDAR                                                       NPM. 1212000192
3.     SONY IRAWAN                                                           NPM.






MATA KULIAH                     : ADMINISTRASI PENDAPATAN DAERAH
                    DOSEN                                    : DRS. H SUKADARTO, SH, MH, MM
                    RUANG/HARI/JAM              : L/SENIN/19.00 WIB
           

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
2012


















BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat dalam menjalankan pemerintahannya sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 (UUD 1945) Alinea IV, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut dalam melaksanakan tugas pemerintahannya diperlukan dukungan yang salah satunya adalah sumber penerimaan yang memadai dan dapat diandalkan. Sumber-sumber penerimaan ini sangat penting untuk menjalankan kegiatan dari masing-masing tingkat pemerintahan, karena tanpa adanya penerimaan yang cukup maka programprogram pemerintah tidak akan berjalan dengan maksimal. Selain itu dalam rangka efektivitas pelaksanaan pembangunan di segala bidang demi tercapainya keselarasan dan keseimbangan seluruh kegiatan pembangunan, maka diperlukan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya digunakan bagi seluruh rakyat. Oleh karena itu tidak semua urusan pemerintahan dilaksanakan oleh pemerintah pusat, akan tetapi daerah diberikan kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri, Maka berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 dibentuk Pemerintahan Daerah.
Pada masa reformasi, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Seiring dengan perubahan dinamis dalam kehidupan ketatanegaraan di Indonesia, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (UUPemda) dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Berlakunya Undang-Undang ini telah mengubah sistem sentralisasi pemerintahan yang terjadi sebelumnya kearah desentralisasi dalam pemberian otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggung jawab kepada daerah (Widaya, HAW. 2002: 14)
1
Sistem pemerintahan yang bersifat desentralisasi, selain memudahkan koordinasi kekuasaan dan pemerintahan juga mengakomodasi kondisi bangsa Indonesia. Wilayah kepulauan yang luas dan keanekaragaman budaya bangsa Indonesia, sehingga dibutuhkan pelaksanaan pemerintah yang sesuai dengan ciri dan kebiasaan dari masing-masing daerah. Pemberian otonomi yang luas diyakini mampu mencegah terjadinya disintegrasi bangsa. Bahkan, secara ideal otonomi daerah dapat menciptakan pembangunan daerah yang berkeadilan. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya. Disamping itu keleluasaan otonomi ditafsirkan pula mencakup kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
Implikasi langsung dari penyerahan kewenangan tersebut diperlukan biaya yang wajib ditanggung oleh Pemerintah Daerah, antara lain biaya pembangunan, pengelolaan, dan perawatan saran dan prasaran yang merupakan keharusan Pemerintah Daerah untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat. Kebutuhan pengeluaran menjadi tanggung jawab daerah tersebut dibiayai sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan lain-lain penerimaan yang sah (pasal 2 (5) UU No. 33 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah).

1.2RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang seperti yang penulis kemukakan di atas, muncul permasalahan pokok yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu “apa saja peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam era otonomi daerah sekarang ini?”.





2
BAB II
KERANGKA TEORI

Sangat penting rasanya untuk memberikan batasan pengertian terhadap batasan masalah yang dibahas sekaligus menjadi landasan berfikir dalam makalah ini. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Irawan (2003:38) bahwa:
“Kerangka teoritik atau kerangka berpikir adalah penjelasan rasional dan logis yang didukung dengan data teoritis dan atau empiris yang diberikan oleh peneliti terhadap variabel-variabel penelitiannya beserta keterkaitannya antara variabel-variabel tersebut”.
2. 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
Menurut UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, PAD adalah adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, yang merupakan bagian dari sumber pendapatan daerah adalah Bagian Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari pajak daerah,retribusi daerah, bagian laba perusahaan daerah, penerimaan dinas-dinas daerah dan penerimaan lain-lain usaha daerah yang sah.
Sedangkan menurut UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang dimaksud dengan pendapatan daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun yang bersangkutan.



3
Pada pasal 157 UU No. 32/2004 disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah adalah:
a.       Pendapatan Asli Daerah yang disebut PAD, yaitu:
1.      Hasil pajak daerah
2.      Hasil retribusi daerah
3.      Hasil pengeloaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
4.      Lain-lain PAD yang sah
b.      Dana perimbangan, dan
c.       Lain-lain pendapatan daerah yang sah
2. 2 OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah atau desentralisasi bisa diartikan dalam berbagai bentuk tergantung pada kepentingan-kepentingan dan perspektif-perspektif dari masing-masing ahli pengamat (Conyers, 1984. Hal.187 dalam Mas’ud, Said, 2005. Hal. 5).
Rondinelli dan Cheema. 1983 (dalam Mas’ud, Said. 2005) mendefinisikan otonomi daerah sebagai:
Otonomi daerah adalah proses pelimpahan wewenang perencanaan, pengambilan keputusan atau pemerintahan dari pemerintah pusat kepada organisasi-organisasi kepada unit-unti pelaksana daerah, kepada organisasi semi otonom dan parastatal, ataupun kepada pemerintah daerah atau organisasi non pemerintah.
Mas’ud. 2005 mendefinisikan desentralisasi sebagai sebuah proses devolusi dalam sektor publik dimana terjadi pengalihan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Gustav dan Stewart (1994 dalam Mas’ud) mengidentifikasi tiga makna berbeda (model pelaksanaan) dari otonomi daerah:
1.      Dekonsentrasi, dimana pemerintah pusat menempatkan para pegawainya di level pemerintah daerah.

4
2.      Pendelegasian, dimana pemerintah pusat secara bersyarat mendelegasikan kekuasaannya kepada pemerintah daerah namun dengan tetap memiliki kesanggupan untuk mengambil kekuasaan itu kembali dan secara keseluruhan tetap memiliki dominasi terhadap pemerintah daerah.
3.      Devolusi, dimana pemerintah pusat secara actual menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah daerah.
Sedangkan Oentarto dkk, 2004. Hal: 8 menyatakan bahwa otonomi daerah tidak lain merupakan refleksi power sharing, yaitu pembagian atau distribusi kewenangan yang dilakukan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dengan kebijakan desentralisasi.
Dalam model pelaksanaan desentralisasi Oentarto membaginya kedalam empat bentuk, yaitu:
1.      Devolusi, diwujudkan dengan pembentukan daerah otonom serta dibentuknya lembaga daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
2.      Dekonsentrasi, diwujudkan dengan pembentukan instansi vertikal dan wilayah kerjanya disebut wilayah administrasi yang dapat mencakup satu atau lebih wilayah otonom.
3.      Delegasi, dengan bentuk pemerintah pusat dapat mendelegasikan pelaksanaan suatu tugas tertentu kepada suatu lembaga atau unit pemerintah yang khusus dibentuk untuk keperluan dimaksud.
4.      Privatisasi, penyerahan pelayanan kepada swasta murni dengan pemberian izin dan pengendalian dalam batas tertentu. 
Sementara itu Undang-Undang Nomor 32 Tentang Pemerintahan Daerah mendefinisikan desentralisasi sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.



5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1PERANAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

Otonomi daerah yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sesungguhnya memiliki tujuan yang sangat mulia. Sedikitnya ada 4 tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan otonomi daerah, yaitu:
1.      Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan
2.      Pemberdayaan dan meningkatkan peran serta masyarakat
3.      Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4.      Meningkatkan daya saing daerah 
Tujuan-tujuan diatas dapat diwujudkan jika daerah memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai. Mustahil kiranya bila kesejahteraan masyarakat daerah dapat ditingkatkan bila tidak didukung dengan pendanaan yang memadai.
Sebagaimana halnya dengan sebuah rumah tangga, daerah juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pengeluaran. Sumber-sumber pengeluaran ini terutama digunakan daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana bagi warganya. Sedangkan sumber penerimaan yang paling vital bagi daerah-apalagi terkait dengan otonomi daerah- berasal dari PAD, yaitu dari pajak, retribusi, dan hasil kekayaan daerah yang dipisahkan.

3.2STRATEGI MENINGKATKAN PAD
Salah satu anomali yang terjadi pada masa otonomi daerah ini adalah terlalu tergantungnya daerah-daerah kepada bantuan dana dari pemerintah pusat terkait dengan pemenuhan pos-pos pengeluaran mereka. Ketergantungan ini disebabkan kesulitan daerah dalam mengoptimalisasikan PAD mereka. Dengan kata lain porsi PAD yang umumnya berasal dari pajak dan retribusi dalam struktur APBD rata-rata daerah otonom di Indonesia, masih sangat minim. Umumnya APBD pemerintah daerah di Indonesia porsinya sangat didominasi oleh bantuan pemerintah pusat yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), maupun dana perimbangan.
6
Fenomena semakin tidak berimbangnya APBD daerah otonom di Indonesia tentu berlawanan dari semangat desentralisasi/otonomi itu sendiri yang menghendaki daerah memiliki “kemandirian” dalam bidang politik dan fiskal, sehingga tidak lagi terlalu tergantung kepada “komando” pemerintah pusat.
Minimnya porsi PAD dalam APBD rata-rata daerah otonom di Indonesia bukannya tidak diantisipasi oleh sebagian besar daerah tersebut. Bahkan terkadang demi meningkatkan PADnya sejumlah daerah terkadang melakukan berbagai cara diantaranya dengan mengeluarkan berbagai perda untuk menggenjot penerimaan pajak dan retribusi. Namun harus diakui, terkadang pemerintah daerah “terlalu bersemangat” untuk menggenjot PAD-nya sehingga terkadang mengeluarkan berbagai kebijakan yang terkadang “tidak masuk akal”, kontra produktif, bahkan bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Tercatat pada tahun 2011, Kemendagri membatalkan tidak kurang dari 351 Perda yang bermasalah, yang umumnya berkaitan dengan pajak, retribusi dan sumbangan pihak ketiga.
Mengatasi masalah minimnya kemampuan daerah untuk meningkatkan PAD ini, sesungguhnya ada beberapa kebijakan yang dapat dilakukan, antara lain:
1.      Kebijakan dari pemerintah pusat
       Dari beberapa gambaran kondisi elemen pembentuk PAD di Indonesia seperti yang diuraikan di atas, sekiranya harapan di era otonomi untuk mencapai kemandirin daerah ternyata masih merupakan mimpi indah yang masih harus dibangun kembali oleh bangsa Indonesia. Banyak realitas di lapangan yang menunjukkan bahwa daerah seperti kebingungan di dalam menyikapi tuntutan otonomi. Filosofi dasar otonomi untuk mendekatkan pelayanan kepada tingkat pemerintahan paling bawah justru disikapi sebaliknya. Untuk beberapa daerah yang terbilang siap secara sumber daya alam maupun sumber daya manusia, otonomi benar-benar menjadi arena pembuktian bahwasanya mereka sanggup untuk mengelola daerahnya sendiri dengan mengurangi campur tangan pusat. Ironisnya hampir di sebagian besar daerah di Indonesia belum memiliki prasyarat kesiapan tersebut, sehingga akhirnya mereka justru tenggelam di dalam euforia otonomi itu sendiri.
7
       Banyak kebijakan yang bersifat merugikan dan sangat prematur hanya demi mengejar otonomi versi mereka. Karenanya peran pusat dirasa masih sangat diperlukan dewasa ini. Hanya saja ada beberapa elaborasi dan penyesuaian di beberapa aspek sehingga peran pemerintah itu nantinya juga tetap berada dikoridor hukum, selaras dengan napas otonomi daerah. Peran tersebut antara lain berupa penciptaan kondisi yang kondusif bagi perkembangan pajak dan retribusi dengan tetap memperhatikan landasan hukum yang sudah disepakati bersama. Kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah pusat dapat dibagi menjadi kebijakan dari sisi penciptaan pajak baik ekstensifikasi maupun intensifikasi pajak dan retribusi serta kebijakan dari sisi penggunaannya.
2.      Kebijakan dari sisi penciptaan
       Penyerahan beberapa pajak dan retribusi yang masih dipegang oleh Pusat kepada Daerah dengan tetap mempertimbangkan faktor efisiensi ekonomi, mobilitas obyek pajak serta fungsi stabilitasi dan distribusi pajak itu sendiri. Pajak dan retribusi tersebut antara lain Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh).
3.      Memberdayakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
a.       Pemberdayaan BUMD dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
-          Reformasi misi BUMD
Badan Usaha Milik Daerah dapat menggunakan aset daerah untuk meningkatan kemakmuran masyarakat.
-          BUMD harus mampu menyediakan pelayanan yang memihak kepada masyarakat.
-          BUMD harus mampu memberikan kontribusi kepada peningkatan PAD
b.      Restrukturisasi BUMD
Langkah-langkah untuk meningkatkan kinerja dan kesehatan BUMD, yaitu tindakan yang ditujukan untuk membuat setiap BUMD menghasilkan laba termasuk mengubah mekanisme pengendalian oleh Pemerintah Daerah yang semula kontrol secara langsung melalui berbagai bentuk perizinan, aturan, dan petunjuk menjadi kontrol yang berorientasi kepada hasil.
8
Artinya Pemerintah Daerah selaku pemegang saham hanya menentukan target kuantitatif dan kualitatif yang menjadi performance indicator yang harus dicapai oleh manajemen, misalnya Return On Equity (ROE) tertentu yang didasarkan kepada benchmarking kinerja yang sesuai dengan perusahaan sejenis;Pengkajian secara komprehensif terhadap keberadaan BUMD, karena selama ini BUMD dianggap kurang tepat bila disebut sebagai lembaga korporasi, khususnya, dikaitkan dengan upaya pemberdayaan BUMD agar dapat menjadi salah satu sumber keuangan daerah.
4.      Kebijakan dari sisi penggunaan
       Kebijakan dari sisi penggunaan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau juga kebocoran dalam pos-pos pengeluaran PAD. Langkah yang dapat dilakukan antara lain dengan melibatkan masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyrakat (LSM) untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas penggunaan uang masyarakat tersebut.
       Cara lain yang dapat dilakukan dari sisi penggunaan dapat juga dilakukan dengan arahan yang jelas tentang alokasi anggaran terhadap sumber-sumber penerimaan baik PAD maupun transfer pusat. Adapun peran pusat hanya sekedar memberikan arahan tentang hal yang seyogyanya dilakukan oleh Daerah. Semua keputusan tentang mekanisme pelaksanaan alokasi anggaran sepenuhnya menjadi kewenangan daerah sesuai dengan nafas otonomi itu sendiri. Adapun aturan alokasi tersebut misalnya: PAD sampai prosentase tertentu digunakan untuk pembayaran gaji pokok aparat Daerah dengan memberikan standar yang sama di seluruh Indonesia. Untuk beberapa Daerah yang memiliki PAD tinggi dan kelebihan setelah digunakan untuk pembayaran gaji pokok dapat dimanfaatkan sebagai kekayaan Daerah. Sementara DAU yang diterima sampai prosentase tertentu digunakan untuk dana operasional (tunjangan) aparat Daerah, pelayanan publik yang bersifat intangible serta proyek pembangunan jangka pendek. Sementara DAK diarahkan untuk mensukseskan program nasional yang bersifat prioritas serta pencapaian Standar Pelayanan Minimal di masing-masing Daerah.
9
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Pendapatan Asli Daerah memiliki peranan yang sangat vital terutama dalam era desentralisasi atau otonomi daerah sekarang ini. Misi luhur otonomi yang bermuara kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah perlu sekali didukung dengan sumber pendapatan yang memadai.
Umumnya pada daerah otonom di Indonesia, porsi APBD justru tidak didominasi oleh PAD, melainkan oleh sumber lain yang berasal dari pemerintah pusat. Seharusnya APBD yang ideal hendaknya didominasi oleh PAD yang umumnya berasal dari pajak dan retribusi. Dengan porsi APBD yang tidak ideal tersebut menyebabkan pemerintah daerah menjadi kurang leluasa untuk meningkatkan kemakmuran masyarakatnya.
Untuk mengatasi kelemahan yang umum dirasakan pemerintah daerah tersebut dapat dilakukan dengan berbagai kebijakan, yang secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok; dari sisi regulasi, dari sisi cara meningkatkannya, dan dari cara pengawasan penggunaannya. Dengan melakukan berbagai kebijakan tersebut, maka misi utama dari pemberian otonomi yaitu meningkatkan kemadirian daerah dalam berbagai bidang, yang akhirnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat daerah, bukan mustahil dapat diwujudkan.










10

DAFTAR PUSTAKA

-          Widaya, HAW, 2002, Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 
-          Said, Mas’ud, 2005, Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia, Malang: Universitas Muhammadiyah.
-          Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
-          Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
-          http://www.jurnas.com/halaman/4/2012-01-04/194351. Diakses tanggal 16 September 2012.
-          http://masalahpajak.blogspot.com/2007/11/jenis-pajak-dan-manfaatnya.html. Diakses tanggal 16 September 2012.














DAFTAR ISI


DAFTAR ISI…………………………………………………………....................................................


i
KATA PENGANTAR…………………………………………………...............................................


ii
BAB
I PENDAHULUAN



1.1.          Latar  belakang……………………………………………...................................

1

1.2.Rumusan  Masalah……………………………………………..................................

2




BAB
II KERANGKA TEORI



2.1.Pendapatan Asli Daerah…………..……………………………………..................
2.2. Otonomi Daerah..........................………………………………………..................     

3
4




BAB
III PEMBAHASAN



3.1.Perananan Pendapatan Asli Daerah.....………………………………….........

6

3.2.Strategi Meningkatkan PAD...............…………………………………...............

6




BAB
IV  PENUTUP
      KESIMPULAN......................................................................................................


10






















































KATA PENGANTAR

           Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, kami dari kelompok 1 (satu) telah menyelesaikan paper kami yang pertama (1) pada mata kuliah Administrasi Pendapatan Daerah. Adapun judul yang kami angkat adalah PERAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM OTONOMI DAERAH
          Sebagian besar dari permasalahan yang dibahas dalam paper ini berasal dari mata kuliah yang diberikan di STIA-LAN jakarta, oleh sebab itu  pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak DRS. H SUKADARTO, SH, MH, MM yang selalu mendorong dan membimbing kami sampai paper ini selesai.
          Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan paper ini  baik dari isi maupun dari penulisan kami, tapi kami sangat mengharap kepada Bapak agar tetap memberikan masukan-masukan dan bimbingan kepada kami sehingga nantinya kami semakin memahami akan kekurangan kami.




                     Terimakasih




ii